Ronald Tannur Diputus Bebas, Kabid Hukum PB HMI: Penghinaan Terhadap Negara Hukum

SUARAMEGAPOLITAN.COM, Jakarta – Heboh, seorang terdakwa bernama Gregorius Ronald Tannur yang membunuh kekasihnya bernama Dini Sera Afrianti namun divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (24/7) telah menuai beragam komentar dari publik. Hal ini karena publik merasa telah dikhianati oleh ‘Wakil Tuhan’ di pengadilan yakni hakim, yang memutus terdakwa tidak bersalah meskipun jaksa penuntut umum telah mengajukan hukuman pidana 12 tahun penjara dan membayar restitusi namun di tolak oleh hakim pengadilan.

Ketua Bidang Hukum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Rifyan Ridwan Saleh memberi pandangan tentang fenomena yang sedang terjadi ini. Menurutnya ada ketidakadilan dan ketimpangan akses untuk keadilan (acess to justice) yang saat ini begitu sangat telanjang. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan status sosial Ronald yang merupakan anak dari Edward Tannur eks anggota DPR RI Fraksi PKB. Meskipun hal ini belum dapat dibuktikan dan disimpulkan apakah ada relasi kuasa dan intervensi politik dalam perkara ini.

“Sebagai negara hukum (rechtsstaat) maka sudah seharusnya di dalam proses penegakan ada akses yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Tidak membeda-bedakan status sosial dari seseorang yang berhadap-hadapan dengan hukum. Sayangnya praktik penghianatan terhadap hukum masih menjamur dan telah mengakar. Benar kata Charles Sampford yang mengilustrasikan fenomena ini dengan istilah disorder of law (kerancuan hukum).” kata Rifyan saat dihubuni wartwan, Rabu (31/7/2024).

Rifyan juga mengatakan bahwa terkait vonis yang dijatuhkan okeh hakim Erintuah Damanik memutus bebas Ronald seperti telah membenarkan apa yang pernah dikatakan oleh Jeffrey A. Winters dalam bukunya Oligarki bahwa kuasa oligarki “bisa membeli negara, membayar polisi, membayar jaksa, menyuap hakim dan menggerakan demonstran untuk melindungi kepentingannya.” Termasuk melindungi kelompok dan keluarganya dari jeratan hukum.

“Dari perkara ini publik akan semakin ragu dengan pengakan hukum di Indonesia, maka jangan heran jika muncul istilah no viral no justice. Kejahatan kerah putih (white collar crime) atau kita kenal dengan kejahatan jabatan (occupational crime) dilanggengkan di negeri ini. Perkara-perkara seperti ini semakin sering terjadi di Indonesia, menggunakan alat-alat negara dan tangan-tangan pemangku jabatan untuk mendistorsi hukum di negara hukum itu sendiri, sangat ironis” jelasnya.

Vonis bebas yang dijatuhkan hakim kepada Ronald ini sangat terasa janggal. Rifyan yang juga merupakan seorang Advokat pun nampaknya merasakan hal ini. Olehnya ia mengeomentari pertimbangan yang disampaikan oleh hakim saat sidang putusan bebas anak eks anggota legislatif tersebut.

“Jika benar tidak ada kesengajaan, maka harusnya hakim melihat perkara tersebut lebih dalam, kenapa tuduhan itu tidak terbukti namun ada orang yang kehilangan nyawa disitu. Terburuknya, bahwa mungkin telah terjadi kelalaian yang telag menghilangkan nyawa krang lain. Jika pun dikatakan terdakwa sempat menolong, itu cara memaknainya bagaimana? Apakah karena seorang penjahat yang dalam keadaan setengah sadar atau baru menyadari turut membantu korban itu dianggap tidak lalai atau bagaimana? pertimbangan hakim sangat absurd,” ungkapnya.

Perkara ini telah meresahkan publik, akses terhadap keadilan semakin jauh. Dikotomi kelas-kelas sosial dalam masyarakat kini bukan hanya pada akses ekonomi, tetapi juga pada akses perlindungan hukum. Rifyan menegaskan bahwa perlu ada upaya-upaya hukum lanjutan atas kasus yang mengakibatkan hilangnya nyawa Dini Sera Afrianti ini. Upaya hukum tersebut yakni banding hingga kasasi yang harus dilakukan oleh pihak kejaksaan.

“Harapan publik terhadap tegaknya keadilan harus diperjuangkan. Harus ada upaya hukum yang dilakukan, karena pada faktanya bahwa ada nyawa yang hilang di dalam perkara ini. Olehnya jaksa yang mewakili korban kejahatan atas nama negara harus bergerak cepat dan tepat untuk bertindak mengambil langkah hukum,” tegasnya.

Rifyan juga menghimbau agar perkara dari terdakwa Gregorius Ronald Tannur yang di putus oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang telah membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan akan segera dibebaskan dari tahanan meski pun telah menganiaya hingga hilangnya nyawa dari Dini Sera Afrianti ini harus dikawal hingga tuntas termasuk melakukan eksaminasi putusan dan memeriksa para hakim majelis yang memutus perkara ini di Komisi Yudisial sehingga publik tidak lagi dirisaukan dengan kondisi hukum saat ini.(ed)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *